Thursday, December 22, 2011

Dedicated for My Mama

Doa Untuk Ibu

Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi Ibuku,
Perindahlah ucapanku di hadapannya.
Lunakkanlah watakku terhadap Ibuku dan
Lembutkanlah hatiku untuknya.
Ya Allah,
Berilah Ibuku balasan yang sebaik-baiknya
Atas didikannya padaku, dan
Berilah Ibuku Pahala yang besar
...
Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah Ibuku rasakan,
atau kesusahan yang Ia derita karena aku,
atau hilangnya sesuatu hak Ibuku karena perbuatanku,
maka jadikanlah itu semua
Penyebab rontoknya dosa-dosa Ibuku,
Tingginya kedudukan Ibuku dan
Bertambahnya pahala kebaikannya dengan
perkenan-Mu, ya Allah
sebab hanya Engkaulah yang berhak
membalasnya dengan balasan kebaikan berlipat ganda.
Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai Ibuku sebelumku,
Izinkanlah agar Ia memberi syafa’at untukku.
Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku,
Maka izinkahlah aku memberi syafa’at untuknya,
sehingga kami semua berkumpul
Bersama dengan ummat-Mu yang saleh
di tempat kediaman yang dinaungi
kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat-Mu.
yaitu Surga Jannah-Mu
Sesungguhnya Engkaulah
yang memiliki Karunia dan Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir dan
Engkaulah yang Maha Pengasih Diantara
semua pengasih.
Aamiin Ya Rabbal alamiin


@Beranda kita

Sunday, December 11, 2011

Our Little Two, A Birthday Poem

Dear Zahra,

Hey beautiful, it's your birthday today

Get up, make a wish and blow the candles away
How thankful we are as we watch you grow
Getting smarter and taller from head to toe

Those nursery-rhymes you love to sing
Along with the giggle and dance, such a gorgeous thing
Playing with Mama's ring and holding it tight
Helps you feel calm and sleep well at night

How you enjoy going outside and happily play
Or those TV shows that stole your day
From Mickey, Upin and Upsy Daisy Doo
To Elmo and Chuggington that goes choo choo

Can't help smiling when you follow Bapak to pray
Standing right beside him, trying to copy what Bapak say
When you grow up, inshaAllah you’ll fluently recite the Qur’an
Be just like what your name means, Azzahra, The Shining One

In Allah's protection and kindness, may you always be blessed
We can only pray and guide for all your best
Happy birthday dear princess, our Little Two
We love you so much, hugs and kisses for you

Love,
Mama & Bapak
Adelaide, 10 December 2011

Friday, May 6, 2011

Just a Simple Advice

Pagi-pagi eyang kakung (alias Papa alias eyang-nya Zahra :p) sudah bersiap-siap. Flight-nya hari ini jam 9, so harus prepare early dan sebisa mungkin jam 6 berangkat dari rumah (sebenarnya perjalanan dari rumah ke bandara sih bisa ditempuh dalam 45 menit, apalagi pagi-pagi buta begini, jalanan masih lancar. Tapi bukan eyang kakung namanya kalo tidak well-prepared and save everything to the very last minute, hehe).
Saya paling suka kalau menemani eyang makan sambil ngobrol. Pastilah ngobrolnya ngga sembarangan dan selalu ada ‘sesuatu’ yang bisa saya ambil, entah itu hikmah atau ilmu atau sekedar pencerahan. Pun sama halnya ketika menemani eyang sarapan pagi ini sebelum berangkat.
Saya dengan antusias bercerita tentang persiapan menjelang berangkat ke Aussie.  Betapa semua urusan sepertinya lancar dan mudah, jika dibandingkan dengan teman-teman senasib yang sekarang masih berjuang. Mulai urusan offer letter dari Flinders University,  visa, paspor biru (yang birokrasinya tahu sendirilah :P), kontrak dengan pihak AusAID sampai nanti (mudah-mudahan) urusan tiket dan keberangkatan. Eyang pun menanggapi dengan gembira dan berkali-kali mengingatkan untuk bersyukur dan kalau sempat (ini sebenarnya sindiran yang sangat sangat halus) untuk baca Qur’an. 
Tapi  dalam obrolan pagi itu, ada beberapa kalimat Eyang yang masih terngiang-ngiang di kepala sampai sekarang,

“’Is, jangan lupa kalau nanti mau berangkat dan mulai studi, untuk minta ijin ke Allah. Semua ini kepunyaan Allah. Jadi nanti kalau doa, ga papa dengan bahasamu sendiri, mintalah ijin ke Allah untuk berangkat studi ke Australia.”

Sepertinya nasehat ini terlihat begitu sederhana dan normatif, tapi entah mengapa it just struck me! Ada beberapa hal yang bisa dipetik dari this simple advice,
  1. Bahwa selama ini jika kita ingin melakukan sesuatu, selalu disibukkan dengan meminta ijin ataupun minta restu dari sesama manusia, seperti orang tua, suami/istri, teman,  atau jika mengenai sesuatu yang lebih formal minta ijinnya ke kantor atau negara, sementara Allah ditempatkan pada urutan terakhir dengan mengucap insyaAllah (jika Allah mengijinkan). Dalam konsep ini, memang benar kita meyakini bahawa Allah-lah sang Maha Penentu, tapi kita jadi lupa bahwa segala sesuatu (benda, waktu dan kejadian) adalah milikNya, dan seharusnya-lah kita minta ijin kepadaNya sebelum melakukan sesuatu.
  2. Bahwa  konsep yang kita selama ini tahu yaitu berusaha dan berdoa atau berdoa dan berusaha, seharusnya diubah menjadi berdoa-berusaha-berdoa. Berdoalah dan memohon ijin, berusahalah kemudian bertawakallah. Selama ini, karena saking penginnya kita akan sesuatu, kita lupa bahwa segalanya telah ditakdirkan olehNya. Sepatutnyalah kita minta ijin ke Yang Memiliki Takdir apakah keinginan kita akan mengubah takdir kita menjadi lebih baik atau malah lebih buruk, dan tidak hanya cukup dengan pasrah dan ikhlas jika keinginan kita tidak terpenuhi.
  3. Bahwa jika kita memiliki sebuah keinginan, ternyata bukan hal yang sepele atau remeh, yang hanya akan berdampak pada kita if the wish is granted or not. Sebuah keinginan, sekecil apapun keinginan itu, berpengaruh pada takdir kita dan mungkin juga pada takdir orang lain di sekitar kita.. dan bahkan mungkin pada takdir orang-orang yang tidak kita kenal atau belum lahir! Jadi sepantasnyalah jika kita memiliki keinginan untuk meminta ijin terlebih dahulu terhadap Sang Pemilik dan Penguasa Takdir, Allah SWT. Jika kita have a wish or a dream, secara sadar atau tidak, kita sudah interfere dengan takdir. Hmm.. saya jadi berpikir, egois sekali selama ini jika hanya memikirkan doa kita bakal terkabul atau tidak (kalau tidak ya pasrah saja), tanpa meminta ijin pada Yang Maha Memiliki. Ampuni hamba, Ya Rabb.
  4. Bahwa kita ini hanyalah hambaNya dan jiwa raga ini kesemuanya adalah milikNya. Terasa sekali saat kita berdoa dan mengucap, “Hamba memohon ijinmu ya Allah untuk….”, betapa kecil, lemah dan tak berdayanya kita. Sehingga satu-satunya kekuatan hanyalah dari Allah SWT.
Astaghfirullah Ya Allah jika selama ini kurang meminta ijinmu. Engkaulah Yang Maha Memiliki dan Maha Penentu. Terimakasih untuk Eyang kakung atas nasehatnya yang begitu sederhana tapi bermakna.

May Already?

Hiks! Sudah bulan Mei…  told you that writing’s not my thing :)

Sebenarnya dua bulan belakangan ini terjebak dengan urusan persiapan berangkat ke Australia. Termasuk mengikuti training EAP (English for Academic Purposes) yang beberapa tugasnya antara lain untuk membuat academic essays (waks!). Again, stuck with writing :)

Thursday, February 17, 2011

Jim Garisson

Beberapa waktu lalu, saya ‘terpaksa’ menonton film JFK. Film jadul produksi tahun 1991 karya Oliver Stone ini diangkat dari kisah nyata. Dari judulnya saja sudah jelas, bahwa film ini berkisah tentang JF Kennedy, presiden Amerika Serikat yang ditembak di Texas tahun 60-an. Semula saya tidak begitu tertarik dengan film ini, karena kupikir film ini berkisar soal politik yang pasti banyak omong-omongnya dan teori konspirasi yang pastilah rumit (tidak begitu paham soal intrik-intrik birokrasi, maklum :P). Tapi karena suami insist (dia sudah pernah menontonnya berkali-kali), padahal setahu saya suami bukan penggemar movies, jadi pastilah ini film bagus banget.. akhirnya okelah, saya pun menontonnya.
Sedikit sinopsis, film ini bercerita tentang  Jim Garisson (diperankan oleh Kevin Costner - ini alasan lain kenapa akhirnya aku setuju nonton, hihi), seorang District Atttorney di wilayah New Orleans yang curiga dengan kematian JFK yang menurutnya tidak wajar (selain karena ditembak oleh orang tak dikenal, tentunya). Saat itu memang pers dan juga statement resmi dari pemerintah sudah mengatakan bahwa Lee Harvey Oswald adalah tersangka tunggal yang menembak presiden JFK (walaupun belum sempat disidangkan karena keburu ditembak mati). Namun Garisson berpendapat lain. Dari hasil investigasinya sendiri, dia menemukan bahwa bekas luka tembak JFK ada lebih dari satu, yang tidak mungkin dilakukan hanya oleh satu orang, meskipun orang itu sniper paling jitu sekalipun. Kecurigaannya akhirnya membawa tim investigasinya menuduh bahwa ada konspirasi tingkat tinggi dalam pembunuhan JFK antara mafia Cuba, CIA, mata-mata Rusia hingga Wapres Amerika saat itu, L. B. Johnson. Tuduhan yang teramat serius.

Yang menarik dari film ini ternyata bukan untuk menjustifikasi teori mana yang benar atau salah (seperti yang saya kira sebelumnya). Meskipun based on true story, dimana Garisson juga kalah di persidangan saat ingin mengungkap siapa pembunuh JFK sebenarnya, tapi film ini seperti ingin menceritakan bagaimana sebuah proses pengungkapan fakta itu sendiri. Garisson sebenarnya tidak mempermasalahkan apakah dia akan menang atau kalah dalam sidang, karena dia sendiri attorney, dia tahu persis kondisi persidangan seperti apa. Apalagi jika menyangkut White House. Yang penting bagi dia adalah teorinya atau cerita pembunuhan versi dia sudah terungkap di pengadilan dan menjadi sebuah wacana baru bagi publik. Bahwa konspirasi itu ada, di dekat kita. Dan bahwa semua yang kita lihat atau yang ditampilkan di media, belum tentu seperti yang kita sangka. Bahwa masyarakat juga sudah tidak bisa dibodohi dengan media cover-up dan statement resmi dari pemerintah.
The point is, bukan masalah menang atau kalah. Tapi proses menuju menang/kalah itulah yang lebih penting.  Proses itu sudah merupakan wacana tersendiri, yang bakal menimbulkan pro-kontra, yang bakal menggulirkan argumen-argumen dan juga pertanyaan-pertanyaan baru. Saya sendiri salut dengan perjuangan Garisson yang benar-benar tidak memikirkan tuntutannya bakal gol atau tidak di pengadilan, akan tetapi yang penting adalah bahwa wacana sudah sampai ke publik. Biar masyarakat yang menilai, the ultimate judge. Keyakinan Garisson akan teorinya dan juga investigasinya, serta kecintaannya kepada pekerjaannnya melebihi semua outcome apakah dia akan menang atau kalah. Baginya, even the process sudah merupakan kemenangan tersendiri.
Seharusnya memang begitu dalam bekerja. Apalagi jika musuh utamanya adalah birokrasi dan ketidakadilan. It’s all about the process, not the outcome. Love what you do, and you’ll never be defeated!

Dan kembali ke film JFK. Ya pantaslah kalau film ini bagus… kan dapat 2 Oscar!

Monday, February 14, 2011

It's About Time

No, it’s not one of those idioms yang berarti ‘sudah waktunya!’ atau ‘akhirnya!’. Posting ini memang membahas soal waktu - literally!
Seorang kerabat dekat baru saja dipanggil menghadap-Nya. Hal inilah yang memicu obrolan makan malam kami menjadi agak lebih ‘berat’dari biasanya. Mengenai waktu, usia manusia dan kehidupan sesudah mati (weits!)
Selama ini yang kita tahu, Waktu berjalan maju. Hanya ada masa lalu, sekarang dan masa depan. Linier. Masa depan, kita tidak tahu bentuknya seperti apa. Sebagai muslim, kita memang dibekali dengan pengetahuan bahwa akan ada Hari Akhir (Kiamat), manusia akan dibangkitkan, kemudian Judgment Day dan akhirnya semua akan mendapat balasan masing-masing, apakah itu surga atau neraka. Tapi bekal itupun tak cukup untuk memberikan gambaran yang nyata ke otak kita. Manusia memang serba terbatas. Allahu Akbar.
Hanya berandai-andai, what if  Waktu itu ternyata tidak linier? What if, Waktu itu parallel, ada banyak Waktu hanya berbeda dimensi. Bingung? Me too - at first.
Sekarang begini, seandainya tiap orang memiliki timeline sendiri-sendiri. Dimana timelinenya berjalan linier hanya terhadap orang itu, misal si A punya timeline A, B punya timeline B, dst. Artinya masing-masing orang memiliki past, present, future sendiri-sendiri atau dimensi sendiri-sendiri. Sehingga jika orang itu meninggal, orang itu telah mengalami kiamat (kiamat kecil, seperti diajarkan dalam Islam). Tapi, bagaimana jika setelah orang itu meninggal, ternyata orang itu langsung dibangkitkan, ditimbang amalannnya dan ditentukan masuk surga atau neraka? Kalau begitu, berarti surga dan neraka sudah ada dong! Bukannya surga dan neraka diciptakan setelah terjadinya kiamat?
Tapi, lagi-lagi what if kiamat yang dimaksud adalah kiamat masing-masing orang itu tadi? Bukannya ketika Isra’Mi’raj, Rasulullah sudah diperkenankan melihat surga /neraka dan nabi-nabi sebelumnya yang menghuni surga? Jadi The Future atau Masa Depan yang dimaksud disini adalah relatif untuk masing-masing orang. Masa kini-nya Rasulullah ketika Isra’Mi’raj adalah masa depannya kaum-kaum pendahulunya yang sudah ditimbang amalannya dan telah ditentukan siapa-siapa yang masuk surga atau neraka. Atau tepatnya, saat Isra’Mi’raj Rasulullah sedang melihat dimensi waktu yang lain, dimana surga/neraka telah berpenghuni.  Jadi saat inipun sebenarnya sudah ada surga/neraka , tapi bukan di dimensi waktu kita, tapi dimensi waktu yang lain. Karena ya itu tadi, waktu itu parallel, dan tidak linier.
Jika kita kembalikan lagi, salah satu sifat Allah SWT adalah Maha Mencipta (Al-Khalq).  Mencipta dalam hal ini tidak hanya sekali saja, karena Allah pun bersifat Baqo’alias Kekal atau terus menerus. Teori jagad raya yang sekarang sedang diterima oleh para ilmuwan adalah bahwa alam semesta ini bersifat elastis, mengembang kemudian mengempis. Jadi jika jagad raya ini terjadi karena adanya Ledakan Dahsyat (Big Bang) dan kemudian akan diakhiri dengan Penyusutan Dahsyat (Big Crunch), ada kemungkinan setelah itu akan tercipta lagi alam semesta dengan adanya Big Bang lagi, demikian seterusnya.  Sehingga timbullah berbagai dimensi waktu yang berjalan parallel itu tadi.
Lalu bagaimana dengan ayat (dalam QurĂ¡n) yang menyebutkan bahwa ada penghuni surga/neraka yang kekal didalamnya selama-lamanya? Apakah mereka sudah ada juga? Bagaimanakah dengan adanya alam barzakh?
Hmm.  Saya tidak ingin mendebat keyakinan saya. Hanya saya tahu Islam dan sains tidak mungkin berseberangan, pastilah sejalan. But, science still has got a lot of catching up to do :) Berbahagialah kita yang memiliki keyakinan.
Sekali lagi, manusia memang terbatas. Wallahu’alam bissawab.

Friday, February 11, 2011

What's in a Name?

Siapa yang tidak gemes dengan kondisi politik negeri ini? Tidak perlu menjadi seorang pengamat atau professor di bidang ilmu politik untuk bisa mengomentari situasi yang ada sekarang. Orang awam pun sudah mahir. Begitu pula di keluarga kami. Seorang kakak pernah bilang, salah satu penyebab carut marutnya politik negeri ini karena RI-1. Bukan, bukan karena style kepimimpinannya atau proses pencitraannya ataupun his constant curhat kepada rakyat. 

Tapi lebih kepada namanya. He?
Iya, namanya. So, solusi terbaik adalah sang bapak harus ganti nama atau diruwat. He? (lagi)

Lucu juga si kakak ini, yang menurutku termasuk orang yang berfikirnya sangat logical dan sudah banyak terimbas oleh sistem pendidikan di barat, tiba-tiba usul tentang ruwat. Karena menurutnya, dalam bahasa Jawa ‘Yudho’atau ‘Yudo’ berarti perang, which means aura disekitarnya adalah aura pertentangan, peperangan, yang akan selalu berkonflik dan jauh dari ketentraman. Yah, ada benernya sih :p
Terlepas dari itu semua, Rasul pun pernah menganjurkan bahwa salah satu kewajiban orang tua terhadap anak adalah memberi nama yang baik. Karena nama adalah doa dan juga harapan orang tua terhadap anak. Jadi teringat perkataan Ustadz beberapa waktu lalu ketika ada acara pengajian aqiqah anaknya teman. Nama yang paling baik untuk seorang pria adalah Muhammad, mengikuti nama Rasul. Kemudian diikuti dengan Abdullah (abdi atau pelayan Allah). Sang Ustadz juga mengatakan bahwa kita tidak boleh menganggap remeh sebuah nama. Seperti halnya salah satu artis ibukota yang bernama Zarima, padahal artinya adalah si pendosa atau pembuat dosa. Tidak tahu apakah si artis ini kemudian ganti nama atau tidak.
Jadi, berbeda dengan Shakespeare, dalam Islam nama sangatlah penting. Saya sendiri ketika memberi nama anak lebih cenderung mencari nama yang memiliki nilai historis atau nama seseorang pahlawan atau cendekiawan muslim yang patut diteladani. Namun tentu saja nama tersebut tetap harus memiliki arti yang baik. Anak saya baru satu, puteri. Namanya Azzahra Bilqish Aditriyoga. Azzahra diambil dari gelar Fatimah, puteri Rasul, yang berarti Yang Terpelajar, Yang Bersinar, The Shining One. Bilqish (pemberian kakeknya nih) adalah nama ratu yang memerintah di jaman Nabi Sulaiman. Ratu Bilqish pada awalnya menyembah matahari, tetapi setelah mendengar dakwah Nabi Sulaiman, dia kemudian dengan segala kerendahan hati menyerah pada Tauhid dan kerajaan Sang Nabi. Nama yang terakhir, mudahlah ditebak, nama bapaknya. Jadilah nama anak saya memiliki banyak arti karena meneladani sifat-sifat tokoh-tokoh tersebut: rendah hati, menyerah pada Tauhid, bersinar dan terpelajar. Atau dengan kata lain jadilah seorang ratu yang bersinar dan terpelajar, tapi tetap harus rendah hati dan tetap tunduk kepada Allah. :)

Third Attempt

OK. Ini kali ketiga saya mencoba membuat sebuah blog.
I don’t know what happened to the last two blogs. Yang jelas statusnya sudah almarhum alias di-delete karena tidak pernah diupdate lagi.
Writing is probably not my thing. Bukan apa-apa.  Selama ini memang saya tidak pernah merasa memiliki bakat menulis, kata-kata yang terangkai pun kadang tak berbentuk, bahkan cenderung untuk mengulang-ulang dan meloncat kesana kemari. Akhirnya saya lebih senang diskusi langsung dan bercerita, daripada menulis. Bahkan untuk menulis yang paling simple sekalipun, seperti status Facebook misalnya, perlu dibaca berulang-ulang agar dirasa pantas. Hmm. Overthinking. Overanalyzing :). 
Jadi, semoga saja yang ini bisa bertahan lebih lama. Belakangan ini memang banyak hal yang saya diskusikan, entah itu dengan teman, kolega, keluarga atau dengan suami yang sepertinya menarik untuk ditulis (dan di-share tentunya). This is just sharing of thoughts. Trying to make some sense out of life.
And 38-words per minute? Well, that’s just my average typing speed :)