Thursday, February 17, 2011

Jim Garisson

Beberapa waktu lalu, saya ‘terpaksa’ menonton film JFK. Film jadul produksi tahun 1991 karya Oliver Stone ini diangkat dari kisah nyata. Dari judulnya saja sudah jelas, bahwa film ini berkisah tentang JF Kennedy, presiden Amerika Serikat yang ditembak di Texas tahun 60-an. Semula saya tidak begitu tertarik dengan film ini, karena kupikir film ini berkisar soal politik yang pasti banyak omong-omongnya dan teori konspirasi yang pastilah rumit (tidak begitu paham soal intrik-intrik birokrasi, maklum :P). Tapi karena suami insist (dia sudah pernah menontonnya berkali-kali), padahal setahu saya suami bukan penggemar movies, jadi pastilah ini film bagus banget.. akhirnya okelah, saya pun menontonnya.
Sedikit sinopsis, film ini bercerita tentang  Jim Garisson (diperankan oleh Kevin Costner - ini alasan lain kenapa akhirnya aku setuju nonton, hihi), seorang District Atttorney di wilayah New Orleans yang curiga dengan kematian JFK yang menurutnya tidak wajar (selain karena ditembak oleh orang tak dikenal, tentunya). Saat itu memang pers dan juga statement resmi dari pemerintah sudah mengatakan bahwa Lee Harvey Oswald adalah tersangka tunggal yang menembak presiden JFK (walaupun belum sempat disidangkan karena keburu ditembak mati). Namun Garisson berpendapat lain. Dari hasil investigasinya sendiri, dia menemukan bahwa bekas luka tembak JFK ada lebih dari satu, yang tidak mungkin dilakukan hanya oleh satu orang, meskipun orang itu sniper paling jitu sekalipun. Kecurigaannya akhirnya membawa tim investigasinya menuduh bahwa ada konspirasi tingkat tinggi dalam pembunuhan JFK antara mafia Cuba, CIA, mata-mata Rusia hingga Wapres Amerika saat itu, L. B. Johnson. Tuduhan yang teramat serius.

Yang menarik dari film ini ternyata bukan untuk menjustifikasi teori mana yang benar atau salah (seperti yang saya kira sebelumnya). Meskipun based on true story, dimana Garisson juga kalah di persidangan saat ingin mengungkap siapa pembunuh JFK sebenarnya, tapi film ini seperti ingin menceritakan bagaimana sebuah proses pengungkapan fakta itu sendiri. Garisson sebenarnya tidak mempermasalahkan apakah dia akan menang atau kalah dalam sidang, karena dia sendiri attorney, dia tahu persis kondisi persidangan seperti apa. Apalagi jika menyangkut White House. Yang penting bagi dia adalah teorinya atau cerita pembunuhan versi dia sudah terungkap di pengadilan dan menjadi sebuah wacana baru bagi publik. Bahwa konspirasi itu ada, di dekat kita. Dan bahwa semua yang kita lihat atau yang ditampilkan di media, belum tentu seperti yang kita sangka. Bahwa masyarakat juga sudah tidak bisa dibodohi dengan media cover-up dan statement resmi dari pemerintah.
The point is, bukan masalah menang atau kalah. Tapi proses menuju menang/kalah itulah yang lebih penting.  Proses itu sudah merupakan wacana tersendiri, yang bakal menimbulkan pro-kontra, yang bakal menggulirkan argumen-argumen dan juga pertanyaan-pertanyaan baru. Saya sendiri salut dengan perjuangan Garisson yang benar-benar tidak memikirkan tuntutannya bakal gol atau tidak di pengadilan, akan tetapi yang penting adalah bahwa wacana sudah sampai ke publik. Biar masyarakat yang menilai, the ultimate judge. Keyakinan Garisson akan teorinya dan juga investigasinya, serta kecintaannya kepada pekerjaannnya melebihi semua outcome apakah dia akan menang atau kalah. Baginya, even the process sudah merupakan kemenangan tersendiri.
Seharusnya memang begitu dalam bekerja. Apalagi jika musuh utamanya adalah birokrasi dan ketidakadilan. It’s all about the process, not the outcome. Love what you do, and you’ll never be defeated!

Dan kembali ke film JFK. Ya pantaslah kalau film ini bagus… kan dapat 2 Oscar!

Monday, February 14, 2011

It's About Time

No, it’s not one of those idioms yang berarti ‘sudah waktunya!’ atau ‘akhirnya!’. Posting ini memang membahas soal waktu - literally!
Seorang kerabat dekat baru saja dipanggil menghadap-Nya. Hal inilah yang memicu obrolan makan malam kami menjadi agak lebih ‘berat’dari biasanya. Mengenai waktu, usia manusia dan kehidupan sesudah mati (weits!)
Selama ini yang kita tahu, Waktu berjalan maju. Hanya ada masa lalu, sekarang dan masa depan. Linier. Masa depan, kita tidak tahu bentuknya seperti apa. Sebagai muslim, kita memang dibekali dengan pengetahuan bahwa akan ada Hari Akhir (Kiamat), manusia akan dibangkitkan, kemudian Judgment Day dan akhirnya semua akan mendapat balasan masing-masing, apakah itu surga atau neraka. Tapi bekal itupun tak cukup untuk memberikan gambaran yang nyata ke otak kita. Manusia memang serba terbatas. Allahu Akbar.
Hanya berandai-andai, what if  Waktu itu ternyata tidak linier? What if, Waktu itu parallel, ada banyak Waktu hanya berbeda dimensi. Bingung? Me too - at first.
Sekarang begini, seandainya tiap orang memiliki timeline sendiri-sendiri. Dimana timelinenya berjalan linier hanya terhadap orang itu, misal si A punya timeline A, B punya timeline B, dst. Artinya masing-masing orang memiliki past, present, future sendiri-sendiri atau dimensi sendiri-sendiri. Sehingga jika orang itu meninggal, orang itu telah mengalami kiamat (kiamat kecil, seperti diajarkan dalam Islam). Tapi, bagaimana jika setelah orang itu meninggal, ternyata orang itu langsung dibangkitkan, ditimbang amalannnya dan ditentukan masuk surga atau neraka? Kalau begitu, berarti surga dan neraka sudah ada dong! Bukannya surga dan neraka diciptakan setelah terjadinya kiamat?
Tapi, lagi-lagi what if kiamat yang dimaksud adalah kiamat masing-masing orang itu tadi? Bukannya ketika Isra’Mi’raj, Rasulullah sudah diperkenankan melihat surga /neraka dan nabi-nabi sebelumnya yang menghuni surga? Jadi The Future atau Masa Depan yang dimaksud disini adalah relatif untuk masing-masing orang. Masa kini-nya Rasulullah ketika Isra’Mi’raj adalah masa depannya kaum-kaum pendahulunya yang sudah ditimbang amalannya dan telah ditentukan siapa-siapa yang masuk surga atau neraka. Atau tepatnya, saat Isra’Mi’raj Rasulullah sedang melihat dimensi waktu yang lain, dimana surga/neraka telah berpenghuni.  Jadi saat inipun sebenarnya sudah ada surga/neraka , tapi bukan di dimensi waktu kita, tapi dimensi waktu yang lain. Karena ya itu tadi, waktu itu parallel, dan tidak linier.
Jika kita kembalikan lagi, salah satu sifat Allah SWT adalah Maha Mencipta (Al-Khalq).  Mencipta dalam hal ini tidak hanya sekali saja, karena Allah pun bersifat Baqo’alias Kekal atau terus menerus. Teori jagad raya yang sekarang sedang diterima oleh para ilmuwan adalah bahwa alam semesta ini bersifat elastis, mengembang kemudian mengempis. Jadi jika jagad raya ini terjadi karena adanya Ledakan Dahsyat (Big Bang) dan kemudian akan diakhiri dengan Penyusutan Dahsyat (Big Crunch), ada kemungkinan setelah itu akan tercipta lagi alam semesta dengan adanya Big Bang lagi, demikian seterusnya.  Sehingga timbullah berbagai dimensi waktu yang berjalan parallel itu tadi.
Lalu bagaimana dengan ayat (dalam QurĂ¡n) yang menyebutkan bahwa ada penghuni surga/neraka yang kekal didalamnya selama-lamanya? Apakah mereka sudah ada juga? Bagaimanakah dengan adanya alam barzakh?
Hmm.  Saya tidak ingin mendebat keyakinan saya. Hanya saya tahu Islam dan sains tidak mungkin berseberangan, pastilah sejalan. But, science still has got a lot of catching up to do :) Berbahagialah kita yang memiliki keyakinan.
Sekali lagi, manusia memang terbatas. Wallahu’alam bissawab.

Friday, February 11, 2011

What's in a Name?

Siapa yang tidak gemes dengan kondisi politik negeri ini? Tidak perlu menjadi seorang pengamat atau professor di bidang ilmu politik untuk bisa mengomentari situasi yang ada sekarang. Orang awam pun sudah mahir. Begitu pula di keluarga kami. Seorang kakak pernah bilang, salah satu penyebab carut marutnya politik negeri ini karena RI-1. Bukan, bukan karena style kepimimpinannya atau proses pencitraannya ataupun his constant curhat kepada rakyat. 

Tapi lebih kepada namanya. He?
Iya, namanya. So, solusi terbaik adalah sang bapak harus ganti nama atau diruwat. He? (lagi)

Lucu juga si kakak ini, yang menurutku termasuk orang yang berfikirnya sangat logical dan sudah banyak terimbas oleh sistem pendidikan di barat, tiba-tiba usul tentang ruwat. Karena menurutnya, dalam bahasa Jawa ‘Yudho’atau ‘Yudo’ berarti perang, which means aura disekitarnya adalah aura pertentangan, peperangan, yang akan selalu berkonflik dan jauh dari ketentraman. Yah, ada benernya sih :p
Terlepas dari itu semua, Rasul pun pernah menganjurkan bahwa salah satu kewajiban orang tua terhadap anak adalah memberi nama yang baik. Karena nama adalah doa dan juga harapan orang tua terhadap anak. Jadi teringat perkataan Ustadz beberapa waktu lalu ketika ada acara pengajian aqiqah anaknya teman. Nama yang paling baik untuk seorang pria adalah Muhammad, mengikuti nama Rasul. Kemudian diikuti dengan Abdullah (abdi atau pelayan Allah). Sang Ustadz juga mengatakan bahwa kita tidak boleh menganggap remeh sebuah nama. Seperti halnya salah satu artis ibukota yang bernama Zarima, padahal artinya adalah si pendosa atau pembuat dosa. Tidak tahu apakah si artis ini kemudian ganti nama atau tidak.
Jadi, berbeda dengan Shakespeare, dalam Islam nama sangatlah penting. Saya sendiri ketika memberi nama anak lebih cenderung mencari nama yang memiliki nilai historis atau nama seseorang pahlawan atau cendekiawan muslim yang patut diteladani. Namun tentu saja nama tersebut tetap harus memiliki arti yang baik. Anak saya baru satu, puteri. Namanya Azzahra Bilqish Aditriyoga. Azzahra diambil dari gelar Fatimah, puteri Rasul, yang berarti Yang Terpelajar, Yang Bersinar, The Shining One. Bilqish (pemberian kakeknya nih) adalah nama ratu yang memerintah di jaman Nabi Sulaiman. Ratu Bilqish pada awalnya menyembah matahari, tetapi setelah mendengar dakwah Nabi Sulaiman, dia kemudian dengan segala kerendahan hati menyerah pada Tauhid dan kerajaan Sang Nabi. Nama yang terakhir, mudahlah ditebak, nama bapaknya. Jadilah nama anak saya memiliki banyak arti karena meneladani sifat-sifat tokoh-tokoh tersebut: rendah hati, menyerah pada Tauhid, bersinar dan terpelajar. Atau dengan kata lain jadilah seorang ratu yang bersinar dan terpelajar, tapi tetap harus rendah hati dan tetap tunduk kepada Allah. :)

Third Attempt

OK. Ini kali ketiga saya mencoba membuat sebuah blog.
I don’t know what happened to the last two blogs. Yang jelas statusnya sudah almarhum alias di-delete karena tidak pernah diupdate lagi.
Writing is probably not my thing. Bukan apa-apa.  Selama ini memang saya tidak pernah merasa memiliki bakat menulis, kata-kata yang terangkai pun kadang tak berbentuk, bahkan cenderung untuk mengulang-ulang dan meloncat kesana kemari. Akhirnya saya lebih senang diskusi langsung dan bercerita, daripada menulis. Bahkan untuk menulis yang paling simple sekalipun, seperti status Facebook misalnya, perlu dibaca berulang-ulang agar dirasa pantas. Hmm. Overthinking. Overanalyzing :). 
Jadi, semoga saja yang ini bisa bertahan lebih lama. Belakangan ini memang banyak hal yang saya diskusikan, entah itu dengan teman, kolega, keluarga atau dengan suami yang sepertinya menarik untuk ditulis (dan di-share tentunya). This is just sharing of thoughts. Trying to make some sense out of life.
And 38-words per minute? Well, that’s just my average typing speed :)