Friday, May 6, 2011

Just a Simple Advice

Pagi-pagi eyang kakung (alias Papa alias eyang-nya Zahra :p) sudah bersiap-siap. Flight-nya hari ini jam 9, so harus prepare early dan sebisa mungkin jam 6 berangkat dari rumah (sebenarnya perjalanan dari rumah ke bandara sih bisa ditempuh dalam 45 menit, apalagi pagi-pagi buta begini, jalanan masih lancar. Tapi bukan eyang kakung namanya kalo tidak well-prepared and save everything to the very last minute, hehe).
Saya paling suka kalau menemani eyang makan sambil ngobrol. Pastilah ngobrolnya ngga sembarangan dan selalu ada ‘sesuatu’ yang bisa saya ambil, entah itu hikmah atau ilmu atau sekedar pencerahan. Pun sama halnya ketika menemani eyang sarapan pagi ini sebelum berangkat.
Saya dengan antusias bercerita tentang persiapan menjelang berangkat ke Aussie.  Betapa semua urusan sepertinya lancar dan mudah, jika dibandingkan dengan teman-teman senasib yang sekarang masih berjuang. Mulai urusan offer letter dari Flinders University,  visa, paspor biru (yang birokrasinya tahu sendirilah :P), kontrak dengan pihak AusAID sampai nanti (mudah-mudahan) urusan tiket dan keberangkatan. Eyang pun menanggapi dengan gembira dan berkali-kali mengingatkan untuk bersyukur dan kalau sempat (ini sebenarnya sindiran yang sangat sangat halus) untuk baca Qur’an. 
Tapi  dalam obrolan pagi itu, ada beberapa kalimat Eyang yang masih terngiang-ngiang di kepala sampai sekarang,

“’Is, jangan lupa kalau nanti mau berangkat dan mulai studi, untuk minta ijin ke Allah. Semua ini kepunyaan Allah. Jadi nanti kalau doa, ga papa dengan bahasamu sendiri, mintalah ijin ke Allah untuk berangkat studi ke Australia.”

Sepertinya nasehat ini terlihat begitu sederhana dan normatif, tapi entah mengapa it just struck me! Ada beberapa hal yang bisa dipetik dari this simple advice,
  1. Bahwa selama ini jika kita ingin melakukan sesuatu, selalu disibukkan dengan meminta ijin ataupun minta restu dari sesama manusia, seperti orang tua, suami/istri, teman,  atau jika mengenai sesuatu yang lebih formal minta ijinnya ke kantor atau negara, sementara Allah ditempatkan pada urutan terakhir dengan mengucap insyaAllah (jika Allah mengijinkan). Dalam konsep ini, memang benar kita meyakini bahawa Allah-lah sang Maha Penentu, tapi kita jadi lupa bahwa segala sesuatu (benda, waktu dan kejadian) adalah milikNya, dan seharusnya-lah kita minta ijin kepadaNya sebelum melakukan sesuatu.
  2. Bahwa  konsep yang kita selama ini tahu yaitu berusaha dan berdoa atau berdoa dan berusaha, seharusnya diubah menjadi berdoa-berusaha-berdoa. Berdoalah dan memohon ijin, berusahalah kemudian bertawakallah. Selama ini, karena saking penginnya kita akan sesuatu, kita lupa bahwa segalanya telah ditakdirkan olehNya. Sepatutnyalah kita minta ijin ke Yang Memiliki Takdir apakah keinginan kita akan mengubah takdir kita menjadi lebih baik atau malah lebih buruk, dan tidak hanya cukup dengan pasrah dan ikhlas jika keinginan kita tidak terpenuhi.
  3. Bahwa jika kita memiliki sebuah keinginan, ternyata bukan hal yang sepele atau remeh, yang hanya akan berdampak pada kita if the wish is granted or not. Sebuah keinginan, sekecil apapun keinginan itu, berpengaruh pada takdir kita dan mungkin juga pada takdir orang lain di sekitar kita.. dan bahkan mungkin pada takdir orang-orang yang tidak kita kenal atau belum lahir! Jadi sepantasnyalah jika kita memiliki keinginan untuk meminta ijin terlebih dahulu terhadap Sang Pemilik dan Penguasa Takdir, Allah SWT. Jika kita have a wish or a dream, secara sadar atau tidak, kita sudah interfere dengan takdir. Hmm.. saya jadi berpikir, egois sekali selama ini jika hanya memikirkan doa kita bakal terkabul atau tidak (kalau tidak ya pasrah saja), tanpa meminta ijin pada Yang Maha Memiliki. Ampuni hamba, Ya Rabb.
  4. Bahwa kita ini hanyalah hambaNya dan jiwa raga ini kesemuanya adalah milikNya. Terasa sekali saat kita berdoa dan mengucap, “Hamba memohon ijinmu ya Allah untuk….”, betapa kecil, lemah dan tak berdayanya kita. Sehingga satu-satunya kekuatan hanyalah dari Allah SWT.
Astaghfirullah Ya Allah jika selama ini kurang meminta ijinmu. Engkaulah Yang Maha Memiliki dan Maha Penentu. Terimakasih untuk Eyang kakung atas nasehatnya yang begitu sederhana tapi bermakna.

May Already?

Hiks! Sudah bulan Mei…  told you that writing’s not my thing :)

Sebenarnya dua bulan belakangan ini terjebak dengan urusan persiapan berangkat ke Australia. Termasuk mengikuti training EAP (English for Academic Purposes) yang beberapa tugasnya antara lain untuk membuat academic essays (waks!). Again, stuck with writing :)